Jumat, 13 Januari 2017

RATAPAN ANAK BANGSA

RATAPAN ANAK BANGSA
Karya : Lia Yuliana

Aku terlahir dengan bangga
Ku pelajari tiap bulir pancasila
Ku pahami arti bhineka tunggal ika
Siapapun pemimpin itu, kami bangga
Karena aku hidup, berlimpah sempurna

Namun,
Politik datang mengotak atik
Berlomba-lomba mencari simpatik
Agar Negara menjadi hak milik
Rakyat jelata mulai terpedaya
Terperangkaplah dalam puing cerita

Aku tak perduli siapa pemimpin kita
Aku hanya minta kembalikan duniaku
Kembalikan senyumku yang terenggut
Kembalikan ketenanganku yang terusik

Wahai sang penguasa…..
Berhentilah mengurusi politik
Tataplah aku sang penerus bangsa
Yang teraniaya oleh dunia

Wahai sang penguasa …….
Bukankah rakyat memilih engkau
Karena pintar
Hingga engkau akan mampu
Mengamalkan bulir-bulir pancasila
Mewujudkan bhineka tunggal ika

Wahai sang penguasa…..
Kami anak-anak bangsa
Bagaikan ranting kering yang rapuh


Kami rindu hangatnya mentari itu
Kami rindu tanah gembur itu
Kami rindu hutan hijau itu
Kami rindu suara-suara
Gemericik air diatas genting itu
Kami rindu,
Kami rindu,

RATAPAN ANAK BANGSA

RATAPAN ANAK BANGSA
Karya : Lia Yuliana

Aku terlahir dengan bangga
Ku pelajari tiap bulir pancasila
Ku pahami arti bhineka tunggal ika
Siapapun pemimpin itu, kami bangga
Karena aku hidup, berlimpah sempurna

Namun,
Politik datang mengotak atik
Berlomba-lomba mencari simpatik
Agar Negara menjadi hak milik
Rakyat jelata mulai terpedaya
Terperangkaplah dalam puing cerita

Aku tak perduli siapa pemimpin kita
Aku hanya minta kembalikan duniaku
Kembalikan senyumku yang terenggut
Kembalikan ketenanganku yang terusik

Wahai sang penguasa…..
Berhentilah mengurusi politik
Tataplah aku sang penerus bangsa
Yang teraniaya oleh dunia

Wahai sang penguasa …….
Bukankah rakyat memilih engkau
Karena pintar
Hingga engkau akan mampu
Mengamalkan bulir-bulir pancasila
Mewujudkan bhineka tunggal ika

Wahai sang penguasa…..
Kami anak-anak bangsa
Bagaikan ranting kering yang rapuh


Kami rindu hangatnya mentari itu
Kami rindu tanah gembur itu
Kami rindu hutan hijau itu
Kami rindu suara-suara
Gemericik air diatas genting itu
Kami rindu,
Kami rindu,

TAMAN MAKAM PAHLAWAN

TAMAN MAKAM PAHLAWAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie

Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang

Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah

Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan

Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan

Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai

Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta

Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita

TAMAN MAKAN PAHLAWAN

TAMAN MAKAN PAHLAWAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie

Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang

Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah

Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan

Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan

Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai

Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta

Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita

KIDUNG PERSEMBAHAN

KIDUNG PERSEMBAHAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie

Selembar puji bagimu yang telah memberiku tanah
Air yang gelap dan indah

Ibu yang menyiapkan segala bahan
Dan rupa rupa bahasa yang diperlukan seorang pejalan

Kini aku mulai merasa semakin sederhana
Tidak ada yang bisa membuatku terluka
Aku tidak akan kecewa
Jika tidak memiliki masa depan

Setiap saat adalah akhir
Adalah tujuan yang mesti dinikmati
Setiap saat adalah awal
Adalah kekosongan
Mungkinkah ada tempat untuk disesali

Selembar puji bagimu yang menyimpan masa laluku
untuk yang pertama kali
aku ucapkan
aku mencintai tanah
air yang gelap dan indah ini

ibu yang membiarkanku mencicipi batu
kayu
rasa sesak
serta hikayat hikayat
yang kering
yang basah

tulang daging darahku mengubur arah arah
semua yang diharapkan
yang ada disana
ada disini
menjadi kidung
selembar puji
untuk kain kafanku nanti

SELAIN LUKA

SELAIN LUKA
Karya : Keanan Moh. Ansorie

Tidak ada yang lebih pasih menurunkan bahasa
Selain luka

Arah arah hilang
Begitu juga impian
Dan percintaan yang ringan

Luka berat membakarku
Dalam batu batunya

Bintang bintang bisu
Begitu juga harapan
Dan teman teman yang kelelahan

Aku gemetar
Menerima buah buah kearifan
Dalam suara
Luka yang dalam

Dalam luka yang panjang
Keras dan mengejutkan 
Aku memberi salam pada kegelapan
Lalu memakan reruntuhan keyakinan

Tidak ada yang lebih pasih menurunkan cahaya
Selain luka
benderaku

INTERUPSI!

INTERUPSI!
KEPADA HUKUM
Karya : Wahyu Barata P.

Interupsi!
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tangkas menangkap pencopet, pencuri ayam, dan pelacur kelas teri. Tapi sangat lamban memburu pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, pengemplang pajak, gembong-gembong perjudian, dan Bandar-bandar narkoba.

Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas menuntut penjambret jemuran, perampok rumah mewah, dan pencuri sepeda motor. Tapi begitu lemah dan malu-malu saat menuntut koruptor dana Badan Usaha Logistik, pembobol bank, skandal pembelian tank – helikopter, dan kasus penembakan mahasiswa Trisakti.

Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palumu untuk memenjarakan pengutil dan preman kampung. Tapi sangat lembut dan mencari-cari alasan agar terdakwa kasus korupsi meninggalkan sidang dengan status tak bersalah.

Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.

Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?

Interupsi!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?

Interupsi!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu bisa menumpas tuntas segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari