“Cepat lepaskan dia, atau kau akan merasakan pukulanku”, teriakku seraya meninju ke arah mereka. Yang satu tidak berbaju seakan hendak memamerkan ototnya, ditambah dengan kepala yang botak dan tatapan tajam membuatku teringat dengan salah satu pesulap indonesia. Lalu pria dengan gondrong dengan kumis dan jenggot menutupi wajah, persis sinterklas. Dan yang terakhir pria berjas dengan dasi dan sepatu mengkilap, kurasa dialah bossnya. Mereka menyekap seorang gadis yang sepertinya tidak asing bagiku, tapi aku tidak ingat. “Boleh juga”, ucap si boss mengisyaratkan anak buahnya untuk maju. Sial gue mau dikeroyok.. batinku. “Ha… ha.. ha… kukira kau pria sejati, ternyata hanya pengecut yang memakai orang lain sebagai tameng”, ujarku mengompori dan sepertinya berhasil. “Ya, beberapa hari ini aku tidak punya boneka untuk bermain jadi… Majulah..!!”, Teriaknya seraya membuang jasnya. Aku tidak mau kalah, kurobek kausku supaya dia gentar, tapi. “Huoo… Hyaaa…”, kausnya tidak mau robek, terpaksa aku melepasnya. Sontak pria botak dan si sinterklas tertawa terbahak-bahak. Kulihat gadis itu hanya menunduk seolah berkata “malang sekali nasibku”. Si boss tersenyum sinis, dadaku tiba-tiba terasa panas, marah, benci, malu, semua bercampur menjadi satu.
Tanpa kusadari tubuhku bergerak menyerbu ke arahnya. Akan kuhancurkan senyum itu… Dengan tinjuku ini..!! Kulepaskan tinju ke wajahnya, tapi dia masih bergeming. Sedikit lagi… batinku saat tinjuku hampir mencapai wajahnya. Tiba-tiba, dia memiringkan badannya, sial dia mengelak… Tinjuku hanya melewati wajahnya, senyum sinisnya bertambah lebar melihatku yang tak percaya tinjuku meleset. Tiba-tiba tubuhku kehilangan keseimbangan, aku jatuh mencium tanah. “Lain kali perhatikan langkahmu”, ujar si boss merendahkan. Sial.. jadi dia menjegal kakiku.. batinku kesal. Tawa mereka memenuhi isi kepalaku, “cukup..!! Aku sudah muak, akan kubalas kau…!!!”.
Bruk… ! Aku tumbang, aku tak bisa merasakan apapun selain rasa sakit yang teramat sangat. Gadis itu mengangkat wajahnya, air matanya mengalir perlahan. Dia menatap si pria botak, “ada apa kau? Kau ingin mengatakan sesuatu?”, dia mengangguk, lalu si pria botak melepaskan ikatan di mulutnya. “Maaf… aku…” si gadis menunduk, “aku Ini… orang yang…”, dia mengangkat kepalanya, “Jangan menyerah secepat itu, dasar payah…!! Hu… hu…”, tangisnya terisak. Entah kenapa tubuhku terasa lebih baik, seolah ada kekuatan yang tiba-tiba masuk ke dalam tubuhku. Dengan penuh keyakinan aku berdiri “Graa…!!!”, aku meraung sekeras yang kubisa. Serta merta angin kencang berhembus, menyapu semua yang ada di sekelilingku. apa ini semua karena aku… tanyaku dalam hati. “Pria yang di bawah segera menyingkir, aku ulangi segera menyingkir..!”, aku mencari sumber suara itu, ternyata dari helikopter di atasku. Sial… kukira aku… aku segera menyingkir. “Jangan bergerak!”, puluhan polisi tiba-tiba muncul dari balik pepohonan mengepung kami.
Dan akhirnya, mereka menggiring penculik itu ke mobil. Aku merasa lega semua ini sudah berakhir. “Hei”, sapa si gadis. “Oh, hai”, jawabku kaget. “Bisa bicara sebentar”, pintanya sambil melirik batu besar di pojok sana. “Tentu”, jawabku.
Si gadis hanya duduk diam sambil memainkan jarinya. Ada apa? bukannya dia mengajakku kesini untuk bicara.. batinku tak mengerti. “Eh.. itu… anu…. aku mau meminta maaf karena menyebutmu payah”, akhirnya dia bicara “aku hanya ingin mengulur waktu sampai bamtuan datang”, jawabnya jujur. “Tidak masalah, tapi kenapa mereka mengincarmu?”, tanyaku penasaran. “Soal itu..”
“Nona maharani, apa nona terluka?”, potong seseorang yang terengah-engah menuju kemari. Maharani? Rasanya aku pernah mendengar nama itu, dan lagi, orang itu memanggilnya dengan sebutan nona… “jangan jangan kau ini…!”, “benar, namaku Maharani Ekasari, putri tunggal dari pemilik perusahaan kosmetik terkemuka di indonesia”, jawabnya lantang. “Tunggu, bukankah itu membuatku terlihat seperti orang yang sombong”, ia bicara pada diri sendiri. “Yah, begitulah…” desahku. Mungkin dia tipe orang yang bicara tanpa berpikir terlebih dahulu. “terima kasih ya, putra”. Aku terlonjak, bagaimana dia bisa tahu namaku?.. . Dia tersenyum lalu memberikan kaos miliku yang di punggungnya terdapat namaku. “Pantas saja..”, aku tersenyum kecut. Dia hanya memandangiku dan itu membuatku merasa tak nyaman. Dia memejamkan matanya lalu mendekatkan wajahnya ke arahku. Ja… jangan bilang kalau dia.. mau melakukan itu. Dia semakin mendekat… lebih dekat… lalu… KRIIIINNGGG…!!!, aku terlonjak, rupanya cuma mimpi.
“Tidaaakk…!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar