RATAPAN ANAK BANGSA
Karya : Lia Yuliana
Aku terlahir dengan bangga
Ku pelajari tiap bulir pancasila
Ku pahami arti bhineka tunggal ika
Siapapun pemimpin itu, kami bangga
Karena aku hidup, berlimpah sempurna
Namun,
Politik datang mengotak atik
Berlomba-lomba mencari simpatik
Agar Negara menjadi hak milik
Rakyat jelata mulai terpedaya
Terperangkaplah dalam puing cerita
Aku tak perduli siapa pemimpin kita
Aku hanya minta kembalikan duniaku
Kembalikan senyumku yang terenggut
Kembalikan ketenanganku yang terusik
Wahai sang penguasa…..
Berhentilah mengurusi politik
Tataplah aku sang penerus bangsa
Yang teraniaya oleh dunia
Wahai sang penguasa …….
Bukankah rakyat memilih engkau
Karena pintar
Hingga engkau akan mampu
Mengamalkan bulir-bulir pancasila
Mewujudkan bhineka tunggal ika
Wahai sang penguasa…..
Kami anak-anak bangsa
Bagaikan ranting kering yang rapuh
Kami rindu hangatnya mentari itu
Kami rindu tanah gembur itu
Kami rindu hutan hijau itu
Kami rindu suara-suara
Gemericik air diatas genting itu
Kami rindu,
Kami rindu,
Jumat, 13 Januari 2017
RATAPAN ANAK BANGSA
RATAPAN ANAK BANGSA
Karya : Lia Yuliana
Aku terlahir dengan bangga
Ku pelajari tiap bulir pancasila
Ku pahami arti bhineka tunggal ika
Siapapun pemimpin itu, kami bangga
Karena aku hidup, berlimpah sempurna
Namun,
Politik datang mengotak atik
Berlomba-lomba mencari simpatik
Agar Negara menjadi hak milik
Rakyat jelata mulai terpedaya
Terperangkaplah dalam puing cerita
Aku tak perduli siapa pemimpin kita
Aku hanya minta kembalikan duniaku
Kembalikan senyumku yang terenggut
Kembalikan ketenanganku yang terusik
Wahai sang penguasa…..
Berhentilah mengurusi politik
Tataplah aku sang penerus bangsa
Yang teraniaya oleh dunia
Wahai sang penguasa …….
Bukankah rakyat memilih engkau
Karena pintar
Hingga engkau akan mampu
Mengamalkan bulir-bulir pancasila
Mewujudkan bhineka tunggal ika
Wahai sang penguasa…..
Kami anak-anak bangsa
Bagaikan ranting kering yang rapuh
Kami rindu hangatnya mentari itu
Kami rindu tanah gembur itu
Kami rindu hutan hijau itu
Kami rindu suara-suara
Gemericik air diatas genting itu
Kami rindu,
Kami rindu,
Karya : Lia Yuliana
Aku terlahir dengan bangga
Ku pelajari tiap bulir pancasila
Ku pahami arti bhineka tunggal ika
Siapapun pemimpin itu, kami bangga
Karena aku hidup, berlimpah sempurna
Namun,
Politik datang mengotak atik
Berlomba-lomba mencari simpatik
Agar Negara menjadi hak milik
Rakyat jelata mulai terpedaya
Terperangkaplah dalam puing cerita
Aku tak perduli siapa pemimpin kita
Aku hanya minta kembalikan duniaku
Kembalikan senyumku yang terenggut
Kembalikan ketenanganku yang terusik
Wahai sang penguasa…..
Berhentilah mengurusi politik
Tataplah aku sang penerus bangsa
Yang teraniaya oleh dunia
Wahai sang penguasa …….
Bukankah rakyat memilih engkau
Karena pintar
Hingga engkau akan mampu
Mengamalkan bulir-bulir pancasila
Mewujudkan bhineka tunggal ika
Wahai sang penguasa…..
Kami anak-anak bangsa
Bagaikan ranting kering yang rapuh
Kami rindu hangatnya mentari itu
Kami rindu tanah gembur itu
Kami rindu hutan hijau itu
Kami rindu suara-suara
Gemericik air diatas genting itu
Kami rindu,
Kami rindu,
TAMAN MAKAM PAHLAWAN
TAMAN MAKAM PAHLAWAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang
Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah
Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan
Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan
Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai
Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta
Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang
Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah
Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan
Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan
Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai
Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta
Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita
TAMAN MAKAN PAHLAWAN
TAMAN MAKAN PAHLAWAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang
Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah
Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan
Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan
Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai
Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta
Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Sebatang kayu melahirkan kupu-kupu
Lumut segar
Sebuah siang
Daun daun basah menebarkan aroma sejarah
Jiwa jiwa suci yang menjadi sorga dalam ketiadaan
Menurunkan berkah
Akar akar coklat menggeliat
Seperti nyanyian atau semangat yang liat
Dikumandangkan anak anak pejuang
Keluar dari rapatnya kesulitan
Kita membaca ulang nama di batu nisan
Nama nama milik darah yang telah tumpah
Menjadi kekasih bumi ini
Kita membaca ulang riwayat kembang kembang jaman
Sajak sajak hutan belantara
Yang dikenal para gerilyawan
Lingkaran waktu melahirkan bangsa
Bayangan pepohonan
Burung burung liar
Kita yang datang dari berbagai madzhab dengan segala sebab
Bertemu dalam langkah air mata yang sama
Menghaturkan terima kasih pada kehadiran
Yang mewariskan keberanian mengorbankan semua
Kecuali harga diri
Kesederhanaan
Kemerdekaan yang tak boleh dinodai
Doa kita semoga senantiasa mengalir memasuki tanah air
Memberi kebaikan pada segala yang harus tumbuh
Meninggalkan perjalanan tanpa dasar
Cinta
Di tepi kota
Udara cukup bersahabat untuk mengolah berbagai pertanyaan
Berbagai kenangan tentang hikayat hikayat gelora
Peretmpuran yang ditembus senjata senjata sederhana
Nyala bara dalam dada kakek nenek kita
KIDUNG PERSEMBAHAN
KIDUNG PERSEMBAHAN
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Selembar puji bagimu yang telah memberiku tanah
Air yang gelap dan indah
Ibu yang menyiapkan segala bahan
Dan rupa rupa bahasa yang diperlukan seorang pejalan
Kini aku mulai merasa semakin sederhana
Tidak ada yang bisa membuatku terluka
Aku tidak akan kecewa
Jika tidak memiliki masa depan
Setiap saat adalah akhir
Adalah tujuan yang mesti dinikmati
Setiap saat adalah awal
Adalah kekosongan
Mungkinkah ada tempat untuk disesali
Selembar puji bagimu yang menyimpan masa laluku
untuk yang pertama kali
aku ucapkan
aku mencintai tanah
air yang gelap dan indah ini
ibu yang membiarkanku mencicipi batu
kayu
rasa sesak
serta hikayat hikayat
yang kering
yang basah
tulang daging darahku mengubur arah arah
semua yang diharapkan
yang ada disana
ada disini
menjadi kidung
selembar puji
untuk kain kafanku nanti
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Selembar puji bagimu yang telah memberiku tanah
Air yang gelap dan indah
Ibu yang menyiapkan segala bahan
Dan rupa rupa bahasa yang diperlukan seorang pejalan
Kini aku mulai merasa semakin sederhana
Tidak ada yang bisa membuatku terluka
Aku tidak akan kecewa
Jika tidak memiliki masa depan
Setiap saat adalah akhir
Adalah tujuan yang mesti dinikmati
Setiap saat adalah awal
Adalah kekosongan
Mungkinkah ada tempat untuk disesali
Selembar puji bagimu yang menyimpan masa laluku
untuk yang pertama kali
aku ucapkan
aku mencintai tanah
air yang gelap dan indah ini
ibu yang membiarkanku mencicipi batu
kayu
rasa sesak
serta hikayat hikayat
yang kering
yang basah
tulang daging darahku mengubur arah arah
semua yang diharapkan
yang ada disana
ada disini
menjadi kidung
selembar puji
untuk kain kafanku nanti
SELAIN LUKA
SELAIN LUKA
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Tidak ada yang lebih pasih menurunkan bahasa
Selain luka
Arah arah hilang
Begitu juga impian
Dan percintaan yang ringan
Luka berat membakarku
Dalam batu batunya
Bintang bintang bisu
Begitu juga harapan
Dan teman teman yang kelelahan
Aku gemetar
Menerima buah buah kearifan
Dalam suara
Luka yang dalam
Dalam luka yang panjang
Keras dan mengejutkan
Aku memberi salam pada kegelapan
Lalu memakan reruntuhan keyakinan
Tidak ada yang lebih pasih menurunkan cahaya
Selain luka
benderaku
Karya : Keanan Moh. Ansorie
Tidak ada yang lebih pasih menurunkan bahasa
Selain luka
Arah arah hilang
Begitu juga impian
Dan percintaan yang ringan
Luka berat membakarku
Dalam batu batunya
Bintang bintang bisu
Begitu juga harapan
Dan teman teman yang kelelahan
Aku gemetar
Menerima buah buah kearifan
Dalam suara
Luka yang dalam
Dalam luka yang panjang
Keras dan mengejutkan
Aku memberi salam pada kegelapan
Lalu memakan reruntuhan keyakinan
Tidak ada yang lebih pasih menurunkan cahaya
Selain luka
benderaku
INTERUPSI!
INTERUPSI!
KEPADA HUKUM
Karya : Wahyu Barata P.
Interupsi!
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tangkas menangkap pencopet, pencuri ayam, dan pelacur kelas teri. Tapi sangat lamban memburu pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, pengemplang pajak, gembong-gembong perjudian, dan Bandar-bandar narkoba.
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas menuntut penjambret jemuran, perampok rumah mewah, dan pencuri sepeda motor. Tapi begitu lemah dan malu-malu saat menuntut koruptor dana Badan Usaha Logistik, pembobol bank, skandal pembelian tank – helikopter, dan kasus penembakan mahasiswa Trisakti.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palumu untuk memenjarakan pengutil dan preman kampung. Tapi sangat lembut dan mencari-cari alasan agar terdakwa kasus korupsi meninggalkan sidang dengan status tak bersalah.
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Interupsi!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Interupsi!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu bisa menumpas tuntas segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari
KEPADA HUKUM
Karya : Wahyu Barata P.
Interupsi!
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tangkas menangkap pencopet, pencuri ayam, dan pelacur kelas teri. Tapi sangat lamban memburu pengemplang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, pengemplang pajak, gembong-gembong perjudian, dan Bandar-bandar narkoba.
Bertahun-tahun kusaksikan, kau sangat tegas menuntut penjambret jemuran, perampok rumah mewah, dan pencuri sepeda motor. Tapi begitu lemah dan malu-malu saat menuntut koruptor dana Badan Usaha Logistik, pembobol bank, skandal pembelian tank – helikopter, dan kasus penembakan mahasiswa Trisakti.
Bertahun-tahun kusaksikan, begitu kencang ketukan palumu untuk memenjarakan pengutil dan preman kampung. Tapi sangat lembut dan mencari-cari alasan agar terdakwa kasus korupsi meninggalkan sidang dengan status tak bersalah.
Selama ini pula kautorehkan budaya remisi bebas bagi narapidana kaya. Tapi hanya memberi sehari dua hari potongan hukuman dari bertahun-tahun di balik jeruji untuk narapidana miskin.
Interupsi!
Mengapa kau pandang bulu?
Mengapa di tanganmu pengadilan menjadi teater yang mementaskan lakon sarat ironi?
Mengapa kau manjakan para koruptor dibalik tirai besi dan rumah sakit?
Mengapa kau campakkan tuan Lopa, tuan Wirahadikusuma, tuan Syafiuddin, Bung Munir, dan aktivis mahasiswa dari titik kritis.
Mengapa kau memvonisku sebagai anak durhaka?
Mengapa kau tega menipu orang bodoh yang sedang berusaha percaya kepadamu dan memimpikan keadilan seperti aku?
Mengapa kau dustai kuasa ilahi dan hati kecilmu?
Apa kau sakit ingatan?
Interupsi!
Kau benar-benar membuatku ragu dan cemas
Jangan-jangan, dari waktu ke waktu kau hanya menjadi budak nafsu dan alat pembersih kejahatan yang bisa dibeli, alat rekayasa para pejabat untuk mencari untung, anjing penguasa, pecundang sejati, atau pengecut?
Interupsi!
Berapa harga yang harus kubayar agar setiap keputusanmu bisa menumpas tuntas segala tindak kriminal yang kini semakin melampaui batas?
Kapan kau akan bangkit dan membangun nyali?
Dan akankah kau secerah hangat mentari
BISIKAN AKAL BUDI UNTUK SAHABAT INTI
BISIKAN AKAL BUDI UNTUK SAHABAT INTI
Karya : Abraham S
Ketika akal budi berbisik kepadamu,
Dari manapun ia datang, dengarkanlah nilai-nilai yang ia pesankan
Maka kehidupanmu akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
Uraikan dan wujudkanlah segala bisikannya
Karena itulah yang akan menciptakan dirimu
Bagaikan insan yang mendapat karunia kekuatan
Sebab akal budi adalah bagaikan karunia kehidupan yang abadi,
Sebagai penacaran sinar yang sejuk, indah dan sehat bagi inderamu,
Serta mengajarkan pekerti yang lembut dan santun bagi dirimu
Ketika akal budi telah bermukim dan bersemayam
Di lubuk hatimu yang paling dalam,
Engkau akan menjadi insan yang perkasa dan sanggup melawan rasa tinggi dalam dirimu,
Dan juga bisa meredam dendam berbagai insan kepadamu.
Sebab akal budi adalah penasihat yang arif,
Peliput lara yang setia dan penuntun yang bijaksana
Merasa tinggi adalah bagaikan pekatnya kegelapan dalam kehidupan,
Namun akal budi adalah cahaya yang dapat menyinari gulitanya hati
Lepaskanlah tempurung yang selama ini ditutupkan orang kepada dirimu,
Jangan kau biarkan mereka memupuk subur rasa paling benar dalam kalbumu
Cairkanlah semua akar pahit itu
Apabila selama ini diam dan dibekukan dalam jiwamu
Bangunlah, bangkitlah, wujudkanlah dirimu menjadi mulia, arif dan bijaksana,
Biarkan akal budi meraga dalam kejernihan sukma
Sehingga bukan jiwa yang merana dan kelam
Yang disemaikan dan akan menuntun kehidupanmu
Karena jiwa yang kelam tidak bisa membahagiakan dan menyelamatkan,
Tetapi akan menyesatkan dan merusak perjuanganmu
Karya : Abraham S
Ketika akal budi berbisik kepadamu,
Dari manapun ia datang, dengarkanlah nilai-nilai yang ia pesankan
Maka kehidupanmu akan memperoleh keselamatan dan kebahagiaan
Uraikan dan wujudkanlah segala bisikannya
Karena itulah yang akan menciptakan dirimu
Bagaikan insan yang mendapat karunia kekuatan
Sebab akal budi adalah bagaikan karunia kehidupan yang abadi,
Sebagai penacaran sinar yang sejuk, indah dan sehat bagi inderamu,
Serta mengajarkan pekerti yang lembut dan santun bagi dirimu
Ketika akal budi telah bermukim dan bersemayam
Di lubuk hatimu yang paling dalam,
Engkau akan menjadi insan yang perkasa dan sanggup melawan rasa tinggi dalam dirimu,
Dan juga bisa meredam dendam berbagai insan kepadamu.
Sebab akal budi adalah penasihat yang arif,
Peliput lara yang setia dan penuntun yang bijaksana
Merasa tinggi adalah bagaikan pekatnya kegelapan dalam kehidupan,
Namun akal budi adalah cahaya yang dapat menyinari gulitanya hati
Lepaskanlah tempurung yang selama ini ditutupkan orang kepada dirimu,
Jangan kau biarkan mereka memupuk subur rasa paling benar dalam kalbumu
Cairkanlah semua akar pahit itu
Apabila selama ini diam dan dibekukan dalam jiwamu
Bangunlah, bangkitlah, wujudkanlah dirimu menjadi mulia, arif dan bijaksana,
Biarkan akal budi meraga dalam kejernihan sukma
Sehingga bukan jiwa yang merana dan kelam
Yang disemaikan dan akan menuntun kehidupanmu
Karena jiwa yang kelam tidak bisa membahagiakan dan menyelamatkan,
Tetapi akan menyesatkan dan merusak perjuanganmu
BERSATU DALAM PERBEDAAN
BERSATU DALAM PERBEDAAN
Karya : Abraham S
Kita telah diciptakan dan ditakdirkan bagaikan pasangan,
Dan selamanya pula kita harus berpasangan.
Kita akan tetap bersama ketika menghadapi ancaman maut
Yang bisa merenggut hidup
Kelak bersama pula kita tinggal
Ditempat bermukimnya Sang Khalik yang penuh kedamaian
Tidak perlu menutup rapat ruang-ruang yang memisahkan diantara kita,
Biarkanlah angin surgawi selalu melintas,
Dan memberikan pelajaran menari kepada kita di tempat itu.
Hiduplah saling melengkapi, tapi jangan jadikan itu sebagai belenggu
Biarkan kebersamaan itu terayun bebas
Bagaikan gelombang lincah yang mengalun di semua pantai yang berbeda
Kita memang dapat saling mengisi gelas minuman,
Tapi tidak harus berasal dari satu botol yang sama.
Kitapun bisa salin berbagi nasi,
Tapi jangan selalu dari satu periuk yang sama pula
Marilah bernyanyi dan menari bersama-sama dalam segala suka dan duka
Dan sisakan ruang untuk menghayati dan menghargai
Nilai-nilai pribadi yang luhur
Dengarlah, senar-senar kecapipun mempunyai nadanya sendiri-sendiri,
Meskipun digetarkan oleh petikan tangan yang sama
Marilah kita saling memberi hati, namun jangan saling menguasai
Sebab hanya Tangan kehidupanlah yang bisa membuat semuanya sempurna
Bangunlah, bangkitlah, berdirilah yang tegak dan sejajar,
Namun tidak harus terlampau rapat berdesakan
Lihatlah, pilar-pilar kuil pemujaan,
Juga tidak pernah dibangun terlalu dekat
Lihatlah pohon nyiur dan pohon beringin
Mereka tumbuh bersama, subur, menjulang tinggi, kokoh dan sempurna
Namun masing-masing dari mereka
Tidak pernah merasa tumbuh
Di bawah bayangan dari yang satu dengan yang lainnya.
Kita telah diciptakan dan ditakdirkan bagaikan pasangan,
Dan selamanya pula kita harus berpasangan.
Kita akan tetap bersama ketika menghadapi ancaman maut
Yang bisa merenggut hidup
Kelak bersama pula kita tinggal
Ditempat bermukimnya Sang Khalik yang penuh kedamaian
Tidak perlu menutup rapat ruang-ruang yang memisahkan diantara kita,
Biarkanlah angin surgawi selalu melintas,
Dan memberikan pelajaran menari kepada kita di tempat itu.
Hiduplah saling melengkapi, tapi jangan jadikan itu sebagai belenggu
Biarkan kebersamaan itu terayun bebas
Bagaikan gelombang lincah yang mengalun di semua pantai yang berbeda
Kita memang dapat saling mengisi gelas minuman,
Tapi tidak harus berasal dari satu botol yang sama.
Kitapun bisa salin berbagi nasi,
Tapi jangan selalu dari satu periuk yang sama pula
Marilah bernyanyi dan menari bersama-sama dalam segala suka dan duka
Dan sisakan ruang untuk menghayati dan menghargai
Nilai-nilai pribadi yang luhur
Dengarlah, senar-senar kecapipun mempunyai nadanya sendiri-sendiri,
Meskipun digetarkan oleh petikan tangan yang sama
Marilah kita saling memberi hati, namun jangan saling menguasai
Sebab hanya Tangan kehidupanlah yang bisa membuat semuanya sempurna
Bangunlah, bangkitlah, berdirilah yang tegak dan sejajar,
Namun tidak harus terlampau rapat berdesakan
Lihatlah, pilar-pilar kuil pemujaan,
Juga tidak pernah dibangun terlalu dekat
Lihatlah pohon nyiur dan pohon beringin
Mereka tumbuh bersama, subur, menjulang tinggi, kokoh dan sempurna
Namun masing-masing dari mereka
Tidak pernah merasa tumbuh
Di bawah bayangan dari yang satu dengan yang lainnya.
INDONESIA BERSATULAH Karya : Jeffri Rahmanda Putra Ketika kincir-kincir garam Mulai mengayuh pedalnya Pertanda malam segera tiba Riuh camar laut Geleparan ikan segar tangkapan Menambah ramai Suasana laut sore itu Lelaki tua menyeka peluhnya Dia tersenyum….. Sambil berbisik dia mengucap “ini hasil lautku hari ini” Dia senang, Meskipun rembulan tak lagi mempertontonkan keindahan tubuhnya Mungkin dia malu pada laut Atau terlelap dibalik gugusan bintang Itulah wajah dibalik Negara kita Semampu apa Kita bisa menyatukannya
Karya : Jeffri Rahmanda PutraKarya : Jeffri Rahmanda Putra
Ketika kincir-kincir garam
Mulai mengayuh pedalnya
Pertanda malam segera tiba
Riuh camar laut
Geleparan ikan segar tangkapan
Menambah ramai
Suasana laut sore itu
Lelaki tua menyeka peluhnya
Dia tersenyum…..
Sambil berbisik dia mengucap
“ini hasil lautku hari ini”
Dia senang,
Meskipun rembulan tak lagi mempertontonkan keindahan tubuhnya
Mungkin dia malu pada laut
Atau terlelap dibalik gugusan bintang
Itulah wajah dibalik Negara kita
Semampu apa
Kita bisa menyatukannya
Ketika kincir-kincir garam
Mulai mengayuh pedalnya
Pertanda malam segera tiba
Riuh camar laut
Geleparan ikan segar tangkapan
Menambah ramai
Suasana laut sore itu
Lelaki tua menyeka peluhnya
Dia tersenyum…..
Sambil berbisik dia mengucap
“ini hasil lautku hari ini”
Dia senang,
Meskipun rembulan tak lagi mempertontonkan keindahan tubuhnya
Mungkin dia malu pada laut
Atau terlelap dibalik gugusan bintang
Itulah wajah dibalik Negara kita
Semampu apa
Kita bisa menyatukannya
KERETA RAKYAT
KERETA RAKYAT
Karya : Ria Amelia
Ular besi ini meliuk tak segagah kemarin
Rutenya kini kerontang yang dulunya ranum dan hijau segar
Penumpangnya makin sesak
Ada pak tani, bu lurah, om pengusaha, masih banyak lagi
Mereka akur?
Kadang akur kalau menyangkut duit
Saling sungkur juga karena duit
Sadarlah kaum penumpang
Kita sama-sama ingin selamat, ingin cepat sampai, ingin tak berhutang
Kita sama-sama menumpang
Apalah salah bila sedari sekarang saling kenal berjabat tangan
Dan bila suatu hari esok
Kereta itu mogok dan merajuk tak mau jalan
Kita semua wahai kaum penumpang
Bersama-sama berani turun menginjak becek dan
Bahu membahu mendorong kereta rakyat itu
Karya : Ria Amelia
Ular besi ini meliuk tak segagah kemarin
Rutenya kini kerontang yang dulunya ranum dan hijau segar
Penumpangnya makin sesak
Ada pak tani, bu lurah, om pengusaha, masih banyak lagi
Mereka akur?
Kadang akur kalau menyangkut duit
Saling sungkur juga karena duit
Sadarlah kaum penumpang
Kita sama-sama ingin selamat, ingin cepat sampai, ingin tak berhutang
Kita sama-sama menumpang
Apalah salah bila sedari sekarang saling kenal berjabat tangan
Dan bila suatu hari esok
Kereta itu mogok dan merajuk tak mau jalan
Kita semua wahai kaum penumpang
Bersama-sama berani turun menginjak becek dan
Bahu membahu mendorong kereta rakyat itu
AKU, KAU
AKU, KAU
Karya : Jaelani
Apa beda aku, kau?
Aku miskin lagi sengsara
Kau kaya lagi bahagia
Beda apa aku, kau ?
Tubuhku sakit, hatiku sakit
Tubuhmu sakit, hatimu bahagia
Aku, kau apa beda ?
Aku sekolah tak ada biaya
Kau sekolah dengan mobil mewah
Aku, kau beda apa ?
Aku makan dengan keringat
Kau makan dengan nikmat
Aku, kau apa beda ?
Karya : Jaelani
Apa beda aku, kau?
Aku miskin lagi sengsara
Kau kaya lagi bahagia
Beda apa aku, kau ?
Tubuhku sakit, hatiku sakit
Tubuhmu sakit, hatimu bahagia
Aku, kau apa beda ?
Aku sekolah tak ada biaya
Kau sekolah dengan mobil mewah
Aku, kau beda apa ?
Aku makan dengan keringat
Kau makan dengan nikmat
Aku, kau apa beda ?
PUISI TAK TERBACA
PUISI TAK TERBACA
Karya : Hendri Kurnia
Aku menangis karena kalian tak ingin melihat
Aku tersiksa karena kalian selalu menghina
Aku bersedih karena diriku tak pernah terbaca
Aku terkoyak di antara tumpukan sampah-sampah
berserakan “pernahkan kalian peduli!!!!!!
Aku terinjak-injak dikeramaian dan kegaduhan
Yang selalu kalian ciptakan “Pernahkah kalian peduli!!!!!
Tidak!!!! Aku tau tidak!!!! Kalian tak pernah peduli!!!!!
Bahkan kalian tertawakan aku
Disaat aku meraung, menjerit kesakitan
Diinjak-injak kaki kalian yang begitu kejam
Bahkan dengan kasarnya kalian merobek
Mengkoyak, menyeret tubuhku, hanya demi
Ambisi tak berhati yang slalu kalian inginkan
Lihatlah aku sejenak ! begitu banyak
Keindahan yang ingin kutunjukan
Bacakan aku sebait saja ! karena berjuta
makna akan kusiratkan !
Begitu kotornya aku hingga kalian
Tak ingin menyentuhku walau sesaat
Sangat hinakah aku hingga aku
Tak pantas tuk terbacakan!
Apa karena aku buka tercipta dari tinta-tinta
seorang pujangga
Ataukah karena aku bukan terlahir dari jiwa-jiwa sang penyair
Kenapa !!!! kenapa !!!! kenapa !!!! aku tak terbaca!!!!!
Aku mohon !!! bacakan aku walau sebaik saja
Aku minta !!! lihatlah aku biar sesaat saja
Agar ragaku bisa bahagia di surga
Bila memang aku tak pantas tuk terbaca
Bila aku memang tak menarik walau sekedar tuk dilirik
Ingatlah slalu sedikit pesan dari baitku
Jika kotor dan bersih tak mampu bersatu
Jika hina dan mulia tak dapat bersama
Aku bicara atas nama jiwa
Esok hari takkan pernah ada bahagia
Aku ada dari untaian kata-kata
Jiwa yang terhina
Aku ada tapi tak pernah terbaca
Karya : Hendri Kurnia
Aku menangis karena kalian tak ingin melihat
Aku tersiksa karena kalian selalu menghina
Aku bersedih karena diriku tak pernah terbaca
Aku terkoyak di antara tumpukan sampah-sampah
berserakan “pernahkan kalian peduli!!!!!!
Aku terinjak-injak dikeramaian dan kegaduhan
Yang selalu kalian ciptakan “Pernahkah kalian peduli!!!!!
Tidak!!!! Aku tau tidak!!!! Kalian tak pernah peduli!!!!!
Bahkan kalian tertawakan aku
Disaat aku meraung, menjerit kesakitan
Diinjak-injak kaki kalian yang begitu kejam
Bahkan dengan kasarnya kalian merobek
Mengkoyak, menyeret tubuhku, hanya demi
Ambisi tak berhati yang slalu kalian inginkan
Lihatlah aku sejenak ! begitu banyak
Keindahan yang ingin kutunjukan
Bacakan aku sebait saja ! karena berjuta
makna akan kusiratkan !
Begitu kotornya aku hingga kalian
Tak ingin menyentuhku walau sesaat
Sangat hinakah aku hingga aku
Tak pantas tuk terbacakan!
Apa karena aku buka tercipta dari tinta-tinta
seorang pujangga
Ataukah karena aku bukan terlahir dari jiwa-jiwa sang penyair
Kenapa !!!! kenapa !!!! kenapa !!!! aku tak terbaca!!!!!
Aku mohon !!! bacakan aku walau sebaik saja
Aku minta !!! lihatlah aku biar sesaat saja
Agar ragaku bisa bahagia di surga
Bila memang aku tak pantas tuk terbaca
Bila aku memang tak menarik walau sekedar tuk dilirik
Ingatlah slalu sedikit pesan dari baitku
Jika kotor dan bersih tak mampu bersatu
Jika hina dan mulia tak dapat bersama
Aku bicara atas nama jiwa
Esok hari takkan pernah ada bahagia
Aku ada dari untaian kata-kata
Jiwa yang terhina
Aku ada tapi tak pernah terbaca
AKU ADALAH MANUSIA PEKERJA
AKU ADALAH MANUSIA PEKERJA
Karya : Bayu Gautama
Aku adalah manusia pekerja
Tanpa alat produksi
Tanpa basis ekonomi
Aku adalah manusia pekerja
Yang bertahan hidup
Dengan perasaan tenaga
Yang ku jual pada pemilik modal
Lalu bagaimana bisa,
Aku bicara soal masa depan
Jika nanti…..
Ketika tenaga ku habis,
Dan keringat kering dari badan
Aku di buang,
Dari rantai produksi yang menghisapku
Aku adalah manusia pekerja
Yang tak mau terus jadi orang kalah
Sehingga kalah
Menjadi keharusan sejarah
Semua harus dirubah !!!
Aku adalah manusia pekerja
Yang punya mimpi untuk hari esokku
Untuk hidup dalam kepastian
Dengan rantai produksi yang bersahabat
Aku,
Kamu,
Kalian,
Kita semua,
Adalah manusia-manusia pekerja
Yang harus turun ke jalan
Dan butuh alat juang
Untuk memerangi pemilik modal
Dalam persembunyiannya,
Di balik represi Negara kelas
Karya : Bayu Gautama
Aku adalah manusia pekerja
Tanpa alat produksi
Tanpa basis ekonomi
Aku adalah manusia pekerja
Yang bertahan hidup
Dengan perasaan tenaga
Yang ku jual pada pemilik modal
Lalu bagaimana bisa,
Aku bicara soal masa depan
Jika nanti…..
Ketika tenaga ku habis,
Dan keringat kering dari badan
Aku di buang,
Dari rantai produksi yang menghisapku
Aku adalah manusia pekerja
Yang tak mau terus jadi orang kalah
Sehingga kalah
Menjadi keharusan sejarah
Semua harus dirubah !!!
Aku adalah manusia pekerja
Yang punya mimpi untuk hari esokku
Untuk hidup dalam kepastian
Dengan rantai produksi yang bersahabat
Aku,
Kamu,
Kalian,
Kita semua,
Adalah manusia-manusia pekerja
Yang harus turun ke jalan
Dan butuh alat juang
Untuk memerangi pemilik modal
Dalam persembunyiannya,
Di balik represi Negara kelas
AKU MELIHAT SEBUAH BANGUNAN
AKU MELIHAT SEBUAH BANGUNAN
Karya : Bayu Gautama
Aku melihat sebuah bangunan
Lantainya dari tanah
Atapnya bolong-bolong
Karna gentingnya banyak yang pecah
Aku melihat sebuah bangunan
Temboknya retak-retak
Kulit catnya terkelupas
Daun pintunya hilang entah kemana
Meja dan bangkunya keropos
Di telan semangat keingintahuan
Aku melihat sebuah bangunan
Yang pada salah satu ruangnya
Ada segerombolan anak-anak
Bertebaran mengisi bangku-bangku keropos
Bajunya kuning kumal
Dan semuanya ada di balik seragam lusuh
Aku melihat sebuah bangunan
Gedungnya megah dan kokoh
Lantainya dari batu pualam
Daun pintunya besar dari kayu jati
Di dalamnya,
Di atas empuknya kasur busa
Ada seonggok jasad di balik selimut
Pulas
Dibelai lembutnya udara AC
Aku melihat sebuah bangunan
Tapi aku lupa di mana tempatnya
Karya : Bayu Gautama
Aku melihat sebuah bangunan
Lantainya dari tanah
Atapnya bolong-bolong
Karna gentingnya banyak yang pecah
Aku melihat sebuah bangunan
Temboknya retak-retak
Kulit catnya terkelupas
Daun pintunya hilang entah kemana
Meja dan bangkunya keropos
Di telan semangat keingintahuan
Aku melihat sebuah bangunan
Yang pada salah satu ruangnya
Ada segerombolan anak-anak
Bertebaran mengisi bangku-bangku keropos
Bajunya kuning kumal
Dan semuanya ada di balik seragam lusuh
Aku melihat sebuah bangunan
Gedungnya megah dan kokoh
Lantainya dari batu pualam
Daun pintunya besar dari kayu jati
Di dalamnya,
Di atas empuknya kasur busa
Ada seonggok jasad di balik selimut
Pulas
Dibelai lembutnya udara AC
Aku melihat sebuah bangunan
Tapi aku lupa di mana tempatnya
Langganan:
Postingan (Atom)